Rabu, 20 Januari 2016

ANALISIS YURIDIS ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM KUHAP ( UU RI No. 8 Tahun 1981 )


ANALISIS YURIDIS ASAS PRADUGA TAK BERSALAH
DALAM KUHAP
( UU RI No. 8 Tahun 1981 )
Alamat Korespondensi: Jl. Bangkala 1 No.37 Blok 1 Perumnas Antang. Makassar
Hp. 08114444656 Email: reza_IjoeItam39@yahoo.com

ABSTRAK


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui esensi Asas Praduga Tak Bersalah terhadap tersangka dalam pertanggung jawaban Pidana di Indonesia dan perlindungan hukum terhadap tersangka dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana berdasarkan Asas Praduga Tidak Bersalah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan Asas Praduga Tak Bersalah dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana di Indonesia dan perlindungan hukum terhadap tersangka dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana berdasarkan Asas Praduga Tida kBersalah.
Penelitian hukum ini adalah penelitian normative ( yuridisnormatif ). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini, teknik pengumpulan datanya adalah dengan kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa Perilaku atau perbuatan yang melanggar norma undang-undang akan ditindaki secara hukum, karena hukum telah memberikan ruang untuk menentukan salah tidaknya seseorang melalui proses hukum. Dalam konteks terjadinya suatu perbuatan pidana, maka untuk menentukan salah tidaknya seseorang setiap penegak hukum harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Asas praduga tak bersalah pada dasarnya merupakan manifestasi dari fungsi peradilan pidana (modern) yang melakukan pengambilalihan kekerasan atau sikap balas dendam suatu institusi yang ditunjuk oleh Negara. Asas ini menyatakan bahwa, “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini penyidik harus bertanggung jawab menurut undang-undang dan ketentuan hukum agar tidak terjadi tindakan sewenang-sewenang terhadap tersangka. Karena tersangka harus didudukkan dalam posisi yang manusia yang memiliki hak asasi dan memiliki hak-hak yang tentunya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun Saran terhadap Kelemahan dan kekurangan KUHAP merupakan perlakuan tidak berimbang terhadap tersangka yang perlu dibenahi. Salah satu langkah konkret untuk membenahi KUHAP yakni segera melakukan revisi. Pembenahan dapat dilakukan dengan penyusunan norma yang memberikan kewenangan bagi masing-masing pihak yang terlibat dalam proses hukum acara pidana (tersangka/pejabat yang berwenang) konsisten dan memperhatikan asas-asas hukum yang membawahinya, serta memberikan penjaminan pada penerapannya.
ABSTRACT


This study aims to determine the essence of Principle of Presumption of Innocence of suspects in criminal accountability in Indonesia and legal protection of suspects in the Book of the Law of Criminal Law based on the principle of Presumption of Innocence.
Research this law is normative research(normative). The data used areprimary data and secondary data. This research, data collection techniqueis to literature, namely data collection techniques by collecting materials in the form ofbooks andother library materials has to do with the problems examined.
Results from this study stated that the Behavior or acts that violate the norms of legislation will be acted upon by law, because the law has given space to determine whether or not any person through the legal process. In the context of the occurrence of a crime, to determine whether or not one person every law enforcement should be guided by the provisions of the legislation. The presumption of innocence is essentially a manifestation of the criminal justice functions of (modern) conducting take over of violence or revenge attitude an institution designated by the State. Thus, all the infringement committed by a person should be resolved in accordance with legal procedures. This principle states that, "every person suspected, arrested, detained, prosecuted, and / or faced in court, shall be presumed innocent before the court ruling, stating his guilt and permanent legal power. In this case the investigator should be held accountable according to the law and legal provisions to prevent summary or arbitrary action against the suspect. Because the suspect must be seated in a position of human beings who have rights and have rights which must be set in legislation.
As for the suggestion of the weakness and the lack of the Criminal Code is unequal treatment of suspect swhoneed to be addressed.One of theconcrete steps to fix the immediate revision of the Criminal Procedure Code.Settling can be done with the preparation of norms that give sauthority for each party in volvedin the process of criminal procedure(the suspect /competent authorities) is consistent and pay attention to the principles of lawunder whom he, as well asto guarantee the implementation

PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, hukum merupakan urat nadi seluruh aspek kehidupan. Hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Hukum, sebagai suatu sistem, dapat berperan dengan baik dan benar di tengah masyarakat jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang penegakan hukum.
Ilmu hukum pidana sebagai salah satu disiplin ilmu hukum yang berperan mengatur tatanan masyarakat. Bidangnya mencakup kepentingan Negara dalam menyelenggarakan ketertiban dan keamanan warga negaranya. Hukum pidana banyak dibutuhkan dalam menghadapi dinamika perilaku antara kepentingan orang dengan orang lainnya atau kepentingan orang dengan lingkungannya. Kepentingan hukum telah memberikan hak dan kewajiban kepada setiap orang. Dan tentunya untuk memperoleh atau mewujudkan haknya, diperlukan rambu-rambu agar tidak bertentangan satu sama lainnya. Pada konteks tersebutlah hukum pidana hadir mengatur tata prilaku pribadi seseorang, agar tetap serasi dan seimbang dalam mewujudkan cita-cita ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat yang menunjukkan adanya perilaku pelanggaran norma-norma atau kejahatan merupakan gejala kontra produktif dalam masyarakat. Dalam konteks terjadinya suatu perbuatan pidana, maka untuk menentukan salah tidaknya seseorang, setiap penegak hukum akan berpedoman pada ketentuan Undang-undang Republik Indonesia  Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau biasa disingkat KUHAP. Asas Praduga Tak Bersalah  merupakan salah satu asas yang melatarbelakangi dirumuskannya pasal-pasal KUHAP.

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian Hukum Normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adala 2 ( dua ) yaitu : 1. Bahan Hukum Primer ( Peraturan perundang-undangan, Yurisprudensi, dan Traktat dan/atau Konvensi yang sudah diratifikasi. 2. Bahan hukum Sekunder ( buku-buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan penelitian ilmu hukum, artikel ilmiah hukum dan bahan seminar / lokakarya ).
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan datanya adalah dengan kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, menggunakan metode interpretasi dan analisis yuridis normatif.
Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam suatu penelitian, karena dalam penelitian ini data yang diperoleh akan diproses dan dimamfaatkan sedemikian rupa sampai didapatkan suatu kesimpulan yang nantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian ( Bahan Hukum sebagai Kajian Normatif dan Telaah Pustaka ).

HASIL PENELITIAN
A.     Pengaturan Asas Praduga Tak Bersalah dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) di Indonesia
1.       Perkembangan Asas Praduga Tak Bersalah
Asas Hukum Praduga Tak Bersalah, sejak abad ke-11 dikenal di dalam sistem hukum common law, khususnya di Inggris, dalam Bill of Rights( James Madison,1648 ). Asas hukum ini dilatarbelakangi oleh pemikiran individualistik – liberalistik yang berkembang sejak pertengahan abad ke 19 sampai saat ini.
Di dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system/cjs) berdasarkan sistem hukum Common Law (sistem adversarial/ sistem kontest), asas hukum ini merupakan prasyarat utama untuk menetapkan bahwa suatu proses telah berlangsung jujur, adil, dan tidak memihak (due process of law). Asas praduga tak bersalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip due processof law. Prinsip ”due process” yang telah melembaga dalam proses peradilan sejak dua ratus tahun yang lampau, kini telah melembaga di dalam seluruh bidang kehidupan sosial. Di sektor kesehatan dan ketenagakerjaan, jika distribusi hak rakyat atau buruh tidak dilakukan sesuai dengan kewajibannya maka akan disebut sebagai melanggar prinsip ”due process of law”.
Konsekuensi logis dari asas praduga tak bersalah ini maka kepada tersangka atau terdakwa diberikan hak oleh hukum untuk tidak memberikan keterangan yang akan memberatkan/merugikan dirinya di muka persidangan (the right of non-self incrimination), dan untuk tidak memberikan jawaban baik dalam proses penyidikan maupun dalam proses persidangan (the right to remain silent).
Asas praduga tak bersalah “presumption of innocent” mengandung arti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau diperiksa di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum memperoleh putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Asas Praduga Tak Bersalah merupakan salah satu asas yang terpenting didalam Hukum Pidana, dimana terdapat dalam  penjelasan umum butir 3 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 8 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970.  Sebelum undang-undang tersebut diatas berlaku asas praduga tak bersalah dimuat di dalam UUD RIS 1949 pasal 14, UUDS 1950 pasal 14 dan kemudian UU No. 19/1964 (Undang-Undang Pokok Kehakiman) pasal 5.

2.       Tafsir Hukum atas Asas Praduga Tak Bersalah
Asas Praduga Tak Bersalah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) dan Undang-undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman ( UU Kehakiman ).
Dalam KUHAP, Asas Praduga Tak Bersalah di jelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu :
“ setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Sedangkan dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang berbunyi :
setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Hak seseorang tersangka untuk tidak dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya (praduga tak bersalah) sesungguhnya juga bukan hak yang bersifat absolut, baik dari sisi formil maupun sisi materiel. Karena hak ini tidak termasuk ”non-derogable rights” seperti halnya hak untuk hidup atau hak untuk tidak dituntut dengan hukum yang berlaku surut (non-retroaktif). Bahkan UUD 1945 dan Perubahannya, sama sekali tidak memuat hak, praduga tak bersalah ; asas ini hanya dimuat dalam Pasal 8 UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam Penjelasan Umum UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Rumusan kalimat dalam Pasal 8 UU Kekuasaan Kehakiman (2004) dan Penjelasan Umum KUHAP, adalah: ”Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya, dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Rumusan kalimat di atas, berbeda maknanya secara signifikan dengan rumusan asas praduga tak bersalah di dalam Pasal 14 paragraf 2 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik, yang dirumuskan dengan kalimat singkat: Everyone charged with criminal offence shall have the right to be presumed innocent until proved guilty according to law”. Terjemahannya ”setiap orang didakwa dengan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan bersalah menurut hukum”
Kovenan tersebut tidak hanya menegaskan, harus dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan berdasarkan undang-undang; bahkan, tidak menegaskan juga masalah putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap, sebagai batas toleransi seseorang dapat dinyatakan bersalah. Pembuktian kesalahan seseorang berdasarkan sistem hukum Common Law sering ditegaskan dengan bunyi kalimat, proven guilty beyond reasonable doubt”, yang berarti, ”(Dinyatakan) Bersalah berdasarkan bukti-bukti yang sangat kuat atau tidak dapat diragukan sama sekali”; bandingkan dengan rumusan kalimat,” (Dinyatakan) Bersalah atas dasar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Untuk mencegah tafsir hukum yang berbeda-beda di atas, tampaknya solusi realistik telah diberikan oleh Kovenan, yaitu dengan merinci luas lingkup atas tafsir hukum  ”hak untuk dianggap tidak bersalah”, yang meliputi delapan hak, yaitu hak untuk diberitahukan jenis kejahatan yang didakwakan, hak untuk disediakan waktu yang cukup dalam mempersiapkan pembelaannya dan berkomunikasi dengan penasihat hukum; hak untuk diadili tanpa ditunda-tunda; hak untuk diadili yang dihadiri oleh yang bersangkutan; hak untuk didampingi penasihat hukum jika yang bersangkutan tidak mampu; hak untuk diperiksa dan memeriksa saksi-saksi yang berlawan dengan yang bersangkutan; hak untuk memperoleh penerjemah jika diperlukan; hak untuk tidak memberikan keterangan yang merugikan dirinya atau hak untuk tidak dipaksa mengakui perbuatannya.
Sejalan dengan Kovenan tersebut, asas praduga tak bersalah harus diartikan, selama terhadap seorang tersangka/terdakwa diberikan secara penuh hak-hak hukum sebagaimana dirinci dalam konvenan tersebut, maka selama itu pula perlindungan atas asas praduga tak bersalah telah selesai dipenuhi. Putusan pengadilan yang menyatakan seorang terdakwa bersalah yang didasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan majelis hakim (akan kesalahan terdakwa), harus diartikan sebagai akhir dari perlindungan hukum atas hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah. 
Merujuk kepada filosofi dan substansi ketentuan Pasal 28 J UUD 1945, justru konsep HAM Indonesia tidak murni menganut paham individualistik melainkan paham ”individualistik plus”, dalam arti hak dan kebebasan setiap orang dalam bingkai UUD 1945 harus diwujudkan untuk menciptakan harmonisasi kehidupan sosial, selain  semata-mata demi dan hanya untuk kepentingan melindungi hak-hak individu. Dalam konteks UUD 1945, di dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, terminologi ”aku” dan ”engkau”, harus disublimasi menjadi, ”Aku dan Kita”. Kesemua itu harus ditujukan semata-mata untuk menciptakan kesejahteraan sosial bersama atau kesejahteraan sosial kolektif, bukan semata-mata individual.
Analisis tersebut di atas mendesak agar diperlukan re-konseptualisasi terhadap landasan pemikiran asas praduga tak bersalah, dan prinsip ”due process of law” di dalam bingkai Negara Hukum Kesatuan RI. Berangkat dari analisis hukum atas konsep pemikiran tentang prinsip ”praduga tak bersalah” tersebut, maka sepatutnya asas  ”praduga tak bersalah”, dalam konteks kehidupan hukum masyarakat Indonesia, ditafsirkan secara proporsional dan selaras dengan perubahan paradigma mengenai karakter sistem hukum pidana modern, yang telah bergeser dari paradigma lama, ”Daad-Dader Strafrecht” kepada paradigma baru, ”Daad-Dader-Victim Strafrecht”.
Tafsir terhadap prinsip praduga tak bersalah, yang sejalan dengan perubahan paradigma tersebut di atas adalah, negara wajib memberikan dan memfasilitasi hak-hak seseorang yang di duga telah melakukan suatu tindak pidana sejak ditangkap, ditahan dan selama menjalani proses penyidikan,penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan baik pada tingkat pertama dan pada tingkat banding.
Praduga tersebut selanjutnya berhenti seketika pengadilan memutuskan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan dihukum pidana sementara waktu dan atau pidana denda. Mengapa demikian? Karena proses pemeriksaan pengadilan yang ”fair and impartial” telah dilalui terdakwa dan dibuka seluas-luasnya terhadap terdakwa oleh pengadilan sehingga kemudian majelis hakim atas dasar alat-alat bukti yang disampaikan di persidangan dan keterangan saksi-saksi (a charge dan a de-charge) telah memunculkan keyakinan hakim untuk menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang telah mengakibatkan timbulnya korban baik kerugian materiel maupun imateriel. Status terdakwa yang dilindungi oleh asas praduga tak bersalah selesai setelah putusan pengadilan telah menyatakan terdakwa bersalah, sekalipun terdakwa mengajukan upaya hukum, banding atau kasasi.
Pengaturan asas praduga tidak bersalah dalam KUHAP, merupakan salah satu upaya untuk melindungi hak-hak tersangka dari tindakan sewenang-wenang dari aparat hukum. Frans H. Winarta mengemukakan bahwa melemahnya penegakkan hukum di Indonesia, dikarenakan aparat penegak hukum yang belum menunjukkan sikap profesional dan tidak memiliki integritas serta moral yang tinggi. Oleh karenanya dapat disebutkan bahwa budaya hukum yang merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi bekerjanya sistem hukum adalah kesadaran hukum dari para pelaksana fungsi kekuasaan kahakiman.

B.     Kesesuaian Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) Berdasarkan Asas Praduga Tak Bersalah
1.       Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka dalam KUHAP berdasarkan Asas Praduga Tak Bersalah
Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan salah satu asas penting yang terdapat dalam KUHAP angka I poin 3 huruf c Penjelasan Umum dalam Penjelasan KUHAP. Pentingnya asas tersebut, sangat menjamin tersangka terhindar dari perbuatan yang sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dengan mengingat kedudukan tersangka yang berseberangan kepentingan dengan penegak hukum, sehingga perlu dilindungi secara patut dari tindakan yang tidak bertanggung jawab.
Sekalipun negara memberikan kewenangan pada pejabatnya untuk melakukan pemeriksaan atas suatu perbuatan pidana, bukan berarti tersangka dapat diperlakukan secara sewenang-wenang. Prinsip praduga tak bersalah haruslah dipegang teguh dalam menjalankan kewenangan-kewenangan proses hukum acara pembuktian suatu perbuatan pidana. Apapun bentuknya tidak akan diperkenankan jika seseorang didudukkan sebagai tersangka dengan perlakuan-perlakuan yang melanggar hak-hak tersangka. Perlindungan KUHAP dalam memberikan sejumlah hak kepada tersangka adalah sebagai bentuk perlakuan berimbang antara tersangka yang berhadapan dengan penyelidik, penyidik pembantu, penyidik atau penuntut umum.

Adapun hak-hak tersangka yang bertentangan dengan asas praduga tak bersalah :
1). Pembatasan kewenangan kepada tersangka untuk melakukan pembelaan,
2). Pejabat berwenang (penyidik dan penuntut umum) tidak memiliki syarat dan mekanisme yang objektif baik dalam melakukan penahanan, ataupun mempertimbangkan permintaan penangguhan atau pengalihan status penahanan (Pasal 21 ayat (1) jo. Pasal 23 ayat (1) KUHAP),
3). Hak tersangka sebatas imperatif, tidak memaksa.
Dengan asas praduga tak bersalah yang dianut KUHAP, memberi pedoman kepada aparat penegak hukum untuk mempergunakan prinsip akusatur dalam setiap tingkat pemeriksaan. Aparat penegak hukum menjauhkan diri dari cara-cara pemeriksaan yang “inkuisitur” atau inquisitorial system yang menempatkan tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan sebagai objek yang dapat diperlakukan dengan sewenang-wenang.
Dalam islam, asas praduga tak bersalah juga dikenal sebagai prinsip hukum yang perlu ditaati. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Hujarat ayat 12 :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Juga melalui hadis Rasulullah S.A.W. yang bersabda :
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
Artinya :    “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari keburukan orang lain, saling inti-mengintip, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (Riwayat Al-Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563 ).
Asas praduga tak bersalah dalam KUHAP dapat menjadi sesuatu yang paradoks bagi penyelidik, penyidik pembantu, penyidik atau penuntut umum dalam melakukan penyidikan, jika tidak dipahami secara komprehensif pemaknaannya. Penyelidik, penyidik pembantu, penyidik atau penuntut umum menjalankan kewenangannya mencari orang yang diduga bersalah melakukan tindak pidana, sementara di sisi lain penyelidik, penyidik pembantu, penyidik atau penuntut umum harus tetap menghormati asas praduga tak bersalah sebagai prinsip yang dianut KUHAP.
Secara garis besar dapat dipahami, bahwa perwujudan asas praduga tak bersalah bagi tersangka dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada tersangka untuk melakukan pembelaan atas tuduhan terhadap dirinya dan terhindar dari perbuatan sewenang-wenang. Tersangka bukanlah orang yang bersalah, melainkan orang yang diduga sementara bersalah. Status tersangka tersebut menjelaskan bahwa tersangka belum dapat dimintai pertanggung jawabannya atas tindak pidana yang dituduhkan kepada dirinya. Sekalipun tersangka meningkat statusnya sebagai terpidana, maka tindakan terhadap dirinya pun telah diatur secara tersendiri oleh undang-undang. Bentuk penghukuman atas kesalahan tersangka yang terbukti di persidangan, sudah menjadi tanggung jawab jabatan lain selain dalam proses penyelidikan ataupun penyidikan.
Berikut beberapa bentuk manifestasi asas praduga tak bersalah dalam norma hukum KUHAP yang memberikan perlindungan hukum kepada tersangka melalui hak-haknya.
-        Untuk menduga tersangka tidak bersalah, maka ia berhak untuk tidak diperlakukan secara sewenang-wenang termasuk melakukan pemaksaan atas pengakuan. Pasal 52 dan Pasal 117 ayat (1) KUHAP memberikan hak kepada tersangka untuk memberikan keterangan secara bebas.
-        Untuk menduga tersangka tidak bersalah, maka ia berhak diberikan kesempatan membela diri dari sangkaan.
-        Guna menghindari proses pidana yang melanggar hak-hak asasi manusia akibat kesewenang-wenangan, penting kemudian untuk memberikan kesempatan bagi tersangka untuk membantah setiap sangkaan yang diarahkan kepadanya. Bentuk bantahan tersebut dapat dilakukan tersangka dengan mengajukan alat bukti berupa saksi a decharge dan seorang yang memiliki keahlian, serta alat bukti lainnya (Pasal 65 jo. Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP), sebagai upaya perbandingan dengan alat-alat bukti yang digunakan oleh pejabat yang berwenang dalam meletakkan sangkaan kepada tersangka.
-        Untuk menduga tersangka tidak bersalah, maka ia berhak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP).
-        Untuk menduga tersangka tidak bersalah, maka ia berhak untuk mendapat perlakuan seimbang.
Hak-hak tersangka yang terdapat dalam KUHAP adalah sebagai bentuk perlindungan terhadap tersangka. Khususnya mengenai bantuan hukum yang sangat berperan dalam menyeimbangkan kedudukan tersangka yang berhadapan dengan pejabat berwenang (penyelidik, penyidik pembantu, penyidik dan penuntut umum). Melalui bantuan hukum, tersangka dapat didampingi oleh orang yang memiliki keahlian dalam proses acara pidana (penasihat hukum/advokat) dan pemeriksaan tersangka dapat dianggap fair, karena ada yang mendampinginya (melihat dan mengetahui) selama proses pemeriksaan berlangsung (penyelidikan, penyidikan dan prapenuntutan).

2.       Perbandingan Penafsiran Hak tersangka dalam KUHAP menurut para ahli
Hak tersangka yang diatur dalam KUHAP merupakan perwujudan dari penerapan akan asas praduga tak bersalah, dimana tersangka masih memiliki hak-hak dalam melakukan segala upaya untuk membela diri. Sebab asas praduga tak bersalah merupakan asas yang dimana tersangka belum dapat dinyatakan bersalah sebelum ada putusan. Sehingga penulis coba untuk memaparkan hak-hak tersangka yang di atur dalam KUHAP. Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”). Berkesesuaian dengan asas praduga tak bersalah (praesumption of innocence). Dari asas tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk hak-hak yang disediakan oleh undang-undang bagi tersangka guna menyiapkan pembelaan atas segala tuduhan terhadap dirinya.

Lilik Mulyadi menjelaskan hak-hak tersangka/terdakwa yang diberikan jaminan oleh KUHAP yaitu :
1.    Hak untuk dengan segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik, diajukan ke penuntut umum, dan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili (Pasal 50 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP)
2.    Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (Pasal 51 butir (a) dan (b) KUHAP)
3.    Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 52 KUHAP)
4.    Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP)
5.    Hak untuk mendapatkan bantuan hukum guna kepentingan pembelaan selama dan waktu dan setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP)
6.    Hak untuk memilih penasihat hukumnya sendiri (Pasal 55 KUHAP) serta dalam hal tidak mampu berhak didampingi penasihat hukum secara cuma-cuma/prodeo sebagaimana dimaksudkan ketentuan 56 ayat (1) dan (2) KUHAP
7.    Hak tersangka apabila ditahan dapat menghubungi penasihat hukum setiap saat diperlukan dan hak tersangka/terdakwa warga negara asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 58 KUHAP)
8.    Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka/terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai maksud di atas (Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP)
9.    Hak tersangka atau terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan atau kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP)
10.  Hak tersangka atau terdakwa mengirim dan menerima surat dengan penasihat hukumnya (Pasal 62 KUHAP)
11.  Hak tersangka atau terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63 KUHAP)
12.  Hak agar terdakwa diadili di sidang pengadilan secara terbuka untuk umum (Pasal 64 KUHAP)
13.  Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65 KUHAP)
14.  Hak tersangka atau terdakwa agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP)
15.  Hak tersangka atau terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68 jo. Pasal 95 ayat (1) jo. Pasal 97 ayat (1) KUHAP)
16.  Hak terdakwa mengajukan keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP)
17.  Hak terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi, dan melakukan peninjauan kembali (Pasal 67 jo. Pasal 233, Pasal 244, dan Pasal 263 ayat (1) KUHAP).

M. Yahya Harahap mengemukakan, hak dan kedudukan tersangka atau terdakwa yang diatur dalam Bab VI KUHAP, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.    Hak tersangka atau terdakwa segera mendapat pemeriksaan
a.        Berhak segera untuk diperiksa oleh penyidik
b.       Berhak segera diajukan ke sidang pengadilan
c.        Berhak segera diadili dan mendapat putusan pengadilan (speedy trial right)
2.    Hak untuk melakukan pembelaan
a).      Berhak diberitahukan dengan jelas dan dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan padanya
b).     Hak pemberitahuan yang demikian dilakukan pada waktu pemeriksaan mulai dilakukan terhadap tersangka
c).      Terdakwa juga berhak untuk diberitahukan dengan jelas dan dengan bahasa yang dapat dimengerti tentang apa yang didakwakan kepadanya
d).     Berhak memberi keterangan dengan bebas dalam segala tingkat pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan tingkat penyidikan dan pemeriksaan sidang pengadilan
e).      Berhak mendapat juru bahasa
f).      Berhak mendapat bantuan hukum
g).  Berhak secara bebas memilih penasihat hukum
h).     Dalam tindak pidana tertentu, hak mendapatkan bantuan hukum berubah sifatnya menjadi “wajib”
3.    Hak tersangka atau terdakwa yang berada dalam penahanan
a).      Berhak menghubungi penasihat hukum
b).     Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak
c).      Tersangka atau terdakwa berhak untuk diberitahukan penahanannya kepada :
-        Keluarganya
-        Atau kepada orang yang serumah dengannya
-        Atau orang lain yang dibutuhkan bantuannya
-        Terhadap orang yang hendak memberi bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhan penahanannya
d).     Selama tersangka berada dalam penahanan berhak :
-        Menghubungi pihak keluarga, dan
-        Mendapat kunjungan dari pihak keluarga
e).      Berhak secara langsung atau dengan perantara penasihat hukum melakukan hubungan :
-        Menghubungi dan menerima sanak keluarganya
-        Baik hal itu untuk kepentingan perkaranya
-        Atau untuk kepentingan keluarga, dan
-        Maupun untuk kepentingan pekerjaannya
f).      Berhak atas surat menyurat
-        Mengirim dan menerima surat kepada dan dari penasihat hukumnya
-        Mengirim dan menerima surat kepada dan dari sanak keluarganya
g).     Berhak atas kebebasan rahasia surat
-        Tidak boleh diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim, atau pejabat rumah tahanan negara
-        Kecuali cukup alasan untuk menduga bahwa surat menyurat tersebut disalahgunakan
h).     Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan
4.    Hak terdakwa di muka persidangan pengadilan
a).     Berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum
b).    Berhak mengusahakan dan mengajukan saksi atau ahli :
-       Yang memberi keterangan kesaksian atau keterangan keahlian yang menguntungkan bagi terdakwa atau a de charge
-       Apabila terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang akan memberi keterangan yang menguntungkan baginya, persidangan “wajib” memanggil dan memeriksa saksi atau ahli tersebut
c).     Terdakwa tidak boleh dibebani kewajiban pembuktian dalam pemeriksaan sidang yang dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut umum
5.    Hak terdakwa memanfaatkan upaya hukum
Ketidak puasan atas putusan, memberi kesempatan bagi terdakwa :
a).     Berhak memanfaatkan upaya hukum biasa, berupa permintaan pemeriksaan tingkat banding kepada Pengadilan Tinggi atau permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung
b).    Berhak memanfaatkan upaya hukum luar biasa, berupa permintaan pemeriksaan “peninjauan kembali” putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
6.    Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi
     KUHAP memberi hak kepada tersangka untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi, apabila :
a).     Penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan dilakukan tanpa alasan yang sah, atau
b).    Apabila putusan pengadilan menyatakan terdakwa bebas karena tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti atau tindak pidana yang didakwakan kepadanya bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.
Andi Hamzah mengemukakan tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak oleh KUHAP mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Hak-hak itu meliputi yang berikut ini:
1.       Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili. (Pasal 50 ayat (1), (2), dan (3))
2.       Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan. (Pasal 51 butir a dan b)
3.       Hak untuk memberi keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim seperti tersebut di muka. (Pasal 52)
4.       Hak untuk mendapat juru bahasa. (Pasal 53 ayat (1))
5.       Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. (Pasal 54)
6.       Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma.
7.       Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya. (Pasal 57 ayat (2))
8.       Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang ditahan. (Pasal 58)
9.       Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama di atas. (Pasal 59 dan 60)
10.    Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan perkara tersangka atau terdakwa. Untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan kekeluargaan. (Pasal 61)
11.    Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat-menyurat dengan penasihat hukumnya. (Pasal 62)
12.    Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan. (Pasal 63)
13.    Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge. (Pasal 65)
14.    Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian. (Pasal 68)
15.    Hak terdakwa (pihak yang diadili) untuk menuntut terhadap hakim yang mengadili perkaranya. (Pasal 27 ayat (1), Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman).

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menunjukan nilai normatifnya Hak Asasi Manusia sebagai hak yang fundamental. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 “ semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus bertindak sesama manusia dalam semangat persaudaraan”.
Di Indonesia, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM “ Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Implementasi Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui dalam KUHAP. Menurut ketentuan Pasal 117 ayat 1, “keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.” Artinya dengan adanya Pasal tersebut, pemeriksaan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan harus sesuai dan menghormati HAM. Polisi yang menempati posisi sebagai penjaga pintu (as agate of keeper), meminjam istilah Sunarto dalam Muladi, 2005: 142), tentunya juga harus memperhatikan hak-hak tersangka. Universal Declaration of Human Right diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1949). Deklarasi ini memuat 30 Pasal yang memuat berbagai hak asasi. Tersangka seringkali rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia, berbagai tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan kewenangan dari aparat penegak hukum terjadi. Seharusnya aparat penegak hukum memperlakukan semua tahanan sama dengan manusia bebas lainnya hal ini sesuai dengan Pasal 27 UUD 1945 yang menjamin kesamaan di muka hukum. Hukum dibuat untuk kepentingan manusia, bukan untuk menyengsarakan manusia.

3.    Penahanan Dalam Hukum Pidana Indonesia
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pejabat yang berwenang melakukan penahanan berdasarkan KUHAP yaitu Penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik (pasal 20  ayat 1 KUHAP),  Penuntut Umum ( pasal 20 ayat 2 KUHAP ), dan Hakim ( pasal 20 ayat 1 KUHAP ). Penahanan adalah instrument hukum yang kewenangannya diberikan kepada penyidik, penuntut umum, ataupun hakim. Alasan atau dasar penahanan seseorang tersangka/terdakwa diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa : akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi perbuatannya. Penahanan hanya dapat dilakukan oleh karena terdapat alasan-alasan atau syarat yaitu syarat Materiil dan Syarat Formil. Berdasarkan syarat materiil, alasan objektiflah yang dapat dilakukan pengujian terhadap penahanan yaitu hanya dengan melihat tindak pidana apa yang disangkakan kepada tersangka, sedangkan alasan subyektif hanya berdasarkan rasa kekhawatiran semata yang tentunya dapat menimbulkan sikap yang diluar hukum.

4.     Pertanggung Jawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban. Secara leksikal, kata “pertanggungjawaban” berasal dari bentuk dasar kata majemuk ‘tanggung jawab’ yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu berupa penuntutan, diperkarakan dan dipersalahkan sebagai akibat sikap sendiri atau pihak lain. Selain itu kata tanggung jawab merupakan kata benda abstrak yang bisa dipahami melalui sikap, tindakan dan perilaku. Setelah bentuk dasar,kata tanggung jawab mendapat imbuhan awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’ menjadi pertanggungjawaban yang berarti perbuatan bertanggungjawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan.
Sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia perbuat atau dilakukan. KUHP tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang kesengajaan atau dolus intent opzet.
Dalam Crimineel Wetboek (Kitab Undang- Undang Hukum Pidana) Tahun 1809 dijelaskan pengertian,”Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan – perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang – undang”; Dalam Memorie van Toelichting (MvT) Menteri Kehakiman pada waktu mengajukan Crimineel Wetboek  tahun 1881 (kemudian menjadi Kitab Undang – Undang Hukum Pidana tahun 1951), dimuat antara lain bahwa kesengajaan itu adalah dengan sadar berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (de bewuste richting van den wil op een bepaald misdrijf). Kesengajaan dalam hukum pidana adalah merupakan bagian dari kesalahan. Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (yang terlarang) dibanding dengan kealpaan (culpa).
 
KESIMPULAN DAN SARAN
A.     Kesimpulan
1.       Asas praduga tak bersalah pada dasarnya merupakan manifestasi dari fungsi peradilan pidana (modern) dengan demikian, semua pelanggaran hak yang dilakukan oleh seseorang harus diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kitab Undang-undangan Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan Asas Praduga Tak Bersalah, telah memberikan jaminan  dan arahan yang jelas dalam rangka pencapian keadilan proses peradilan pidana yang adil. Jelas diterangkan di dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 Huruf c dan dalam UU Kehakiman pasal 8 ayat (1).
2.       Penegak hukum (penyelidik, penyidik pembantu, penyidik dan penuntut umum) diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang mendukung tugasnya menegakkan hukum, sedang tersangka walaupun diduga telah melakukan tindak pidana akan mendapatkan hak-haknya agar tidak diperlakukan secara sewenang-wenang dengan bersandar pada asas praduga tak bersalah. Sebagaimana salah satu elemen Hak Asasi Manusia, telah di akui dalam Negara Hukum Indonesia,UUD dan beberapa Peraturan Perundang-undangan.

B.     Saran
KUHAP sebagai pegangan bagi setiap pihak yang terlibat dalam proses hukum acara pidana, akan memberikan panduan terhadap setiap tahap yang dilalui. Penegak hukum (penyelidik, penyidik pembantu, penyidik dan penuntut umum) diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang mendukung tugasnya menegakkan hukum, sedang tersangka walaupun diduga telah melakukan tindak pidana akan mendapatkan hak-haknya agar tidak diperlakukan secara sewenang-wenang dengan bersandar pada asas praduga tak bersalah. Kelemahan dan kekurangan KUHAP merupakan perlakuan tidak berimbang terhadap tersangka yang perlu dibenahi. Salah satu langkah konkret untuk membenahi KUHAP yakni segera melakukan revisi. Melalui Pembenahan yang dapat dilakukan dengan penyusunan norma yang memberikan kewenangan bagi masing-masing pihak yang terlibat dalam proses hukum acara pidana (tersangka/pejabat yang berwenang) konsisten dan memperhatikan asas-asas hukum yang membawahinya, serta memberikan penjaminan pada penerapannya.

DAFTAR PUSTAKA
A.     Buku-buku atau Jurnal
Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum: Suatu kajian filosofis dan sosiologis. Toko Gunung Agung.Jakarta
Agus Raharjo, 2002, Membangun Hukum Yang Humanis, Jurnal Pro Justitia FH Unpar, Bandung.
Al- Quran Dan Terjemahanya, 1982, Departemen Agama Republik Indonesia Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Quran, Jakarta.
Amiruddin & H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.
Andi Hamzah. 2004. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta
--------------------, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
--------------------, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
--------------------. 2010. Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia Dalam Hukum Acara Pidana; Perbandingan Dengan Beberapa Negara. Universitas Trisakti. Jakarta
--------------------, 2010, Asas – asas Hukum Pidana edisi revisi 2008, Rineka Cipta, Jakarta.
A.Z. Abidin dan A. Hamzah. 2010, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, Yarsif Watampone, Jakarta.
Bambang Poernomo, 1988, kapita selekta hukum pidana, liberty, Yogyakarta.
--------------------------, 1998, orientasi hukum acara pidana, edisi revisi. Amarta Buku, Yogjakarta.
--------------------------. 1993. Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Liberty. Yogyakarta
Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenata Media Group, Jakarta.
Bahan Pokok Bagi Penyuluh Hukum, 1986, Departemen Kehakiman Direktorat Jenderal Hukum Dan Perundang-Undangan Direktorat Penyuluhan Hukum, Jakarta.
__________________, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Djoko Prakoso, 1984, Tugas dan Peranan Jaksa Dalam Pembangunan, Chalia Indonesia, Jakarta.
Eddy O.S.Hiraiej, 2002, Memahami Asas Praduga Bersalah dan tidak Bersalah, Kompas, Jakarta.
--------------------, Beberapa Catatan RUU KUHAP dalam Hubungannya Dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Frans H. Winarta, 2003, Pencapaian Supremasi Hukum yang Beretika dan Bermoral, Pro Justitia, Bandung

Hibnu Nugroho, 2013, Pembaharuan KUHAP sebagai upaya Penegakan Hukum Di Indonesia, Seminar Nasional Fakultas Hukum Unsoed Porwokerto.
H Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang Mediatama, Surabaya.
I Gusti Bagus Sutrisna, 1986, Peranan Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana ( Tinjauan Terhadap Pasal 44 KUHP), dalam Andi Hamzah (ed),Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta
I. Made Widnyana, 2010, Asas-asas Hukum Pidana, Fikahati aneska, Jakarta

Jazim Hamidi, 2015, Fiqih HAM “Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam”, Setara Press. Malang.
Jimly Assiddiqie, M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta.
Kamri Ahmad. 2014. Peninjauan Kembali Dalam Teori Dan Praktik. Makassar:Kretakupa Print.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( K.U.H.A.P ) Dengan Penjelasannya UU. RI.  No. 8 Tahun 1981, 1981, C.V. Toha Putra, Semarang.
KUHP & KUHAP, 2008, PERMATA PRESS
Kovenan internasional hak-hak sipil dan politik
LilikMulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung
Marwan Efendy, 2005, KEJAKSAAN RI Posisi Dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum, PT. Gramedia Utama, Jakarta.
Marpaung, 1986, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik). Alumni Ahaem-Petahaem, Jakarta
Mashood A.Baderin, 2010, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta
Mien rukmini, 2007. Perlindungan HAM melalui asas praduga tidak bersalah dan asas persamaan kedudukan dalam hukum padaperadilan pidana Indonesia.PT.Alumni.Bandung.
Moeljatno, 2009,Asas –asas Hukum Pidana edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Muhammad Ihsan Zainuddin, 2012, 200 Hadist Populer untuk hapalan, Sukses Publishing, Bekasi.
M. Karjadi & R. Soesilo, 1997, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan dan Komentar Politeia, Bogor.
M. Sofyan Lubis, 2010.Prinsip Miranda Rule: Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan, Pustaka Yustika. Yogyakarta.
M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permaslahan Dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta.

Ninikwidiyanti dan Yulius.W.Askita, 1987, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Pemecahannya, Bina Aksara, Jakarta.
O. C. Kaligis. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana; Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Bandung: Alumni.
Pedoman Pelaksanaan KUHAP, 2007, Asa Mandiri, Jakarta.
Purwadarminta.W.J.S, 1982, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bali Pustaka, Jakarta.
Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Mandar Maju. Bandung
------------------------.Senin,14 Desember 2009. Logika Hukum Asas Praduga Tak Bersalah:Reaksi Atas Paradigma Individualistik.(www.HukumOnline.com)
Ruslan Renggong, 2014. Hukum Acara Pidana “Memahami Perlindungan HAM dalam proses penahanan di Indonesia” Edisi Revisi, Kencana. Jakarta.
R. Soesilo, 1995, RIB/HIR Dengan Penjelasannya, Politea, Bogor
R. Sugandhi, 1981,KUHP Dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya.
Sadjijono, 2008, Mengenal Hukuk Kepolisian, Laksbang Mediatama, Surabaya.
________, 2008, Polri Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, Laksabang PRESSindo, Yogyarta.
Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung
--------------------.2007, Membangun Polisi Sipil : Perspektif Hukum ; Sosial dan Kemasyarakatan, Kompas Media Nusantara. Jakarta.
Soejono.D, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung.
Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. RajaGrafindo Persada. Jakarta
--------------------------, 2007, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
--------------------------- dan Sri Mamudji. 2010. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers. Jakarta.
Tina Asmarawati, 2015, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum Indonesia, Deepublish, Yogyakarta
Topo Santoso. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda. Gema Insani Press. Jakarta
Wirjono Prodjodikoro. 2011. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama. Bandung
.
B.     Peraturan Perundang-undangan
a.        Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, Hukum Online
b.       Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, Hukum Online
c.        Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
d.        Putusan Pengadilan Negeri Mamuju, Perkara No. 53/Pid.B/2014/PN.Mu.
e.         Putusan Pengadilan Negeri Mamuju, Perkara No. 112/Pid.B/2014/PN.Mu.
f.         Putusan Pengadilan Negeri Mamuju, Perkara No. 120/Pid.B/2014/PN.Mu.
g.       Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Hukum Acara Pidana dan penjelasannya.
h.       Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
i.         Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
j.         Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 revisi menjadi Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
k.       Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
l.         Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahaa Internasional Covenant on Civil and Political Rights ( Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik ), www.Hukum Online.com
m.      Undang-Undang R.I No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, 2003, DPR RI, Jakarta.
n.       Undang-Undang R.I No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI, 2007, Visimedia, Jakarta.
o.       UUD’45 Hasil Amandemen Dengan Penjelasannya, Permata Bangsa.
C.       Internet
1.       Adityo Ariwibowo,2013, Definisi dan Fungsi Teori Hukum ( online ), (adityoariwibow.Wordpress.com/2013/10/26/1105. Diakses 11 Januari 2016 )
2.       Agus Salis Tidore,2013, Teori-Teori Hukum Menurut Para Ahli ( online ), (salimtidore.blogspot.co.id. diakses 11 Januari 2016 )
3.       Ali. Pengertian dan Macam-Macam Norma ( online ) ( pengertianpakar.com. diakses 11 Januari 2016 ).
4.       Ali, 2015, Pengertian, Fungsi dan Macam Macam Asas Hukum ( online ),( http://www.pengertianpakar.com/2015/01/pengertian-fungsi-dan-macam-macam-asas.html. Diakses 11 Januari 2015 ).
5.       Ali Serizawa, 2014, Pengertian Asas Hukum dan Contohnya (online),(http://www.hukumsumberhukum.com/2014/06/apakah-itu-asas-hukum.html#_. Diakses 11 Januari 2016 ).
6.       Damang, 2011, Implementasi Hak-hak Tersangka sebagai Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah dalam Proses Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan ( online ), (http://www.damang.web.id/2011/07/implementasi-hak-hak-tersangka-sebagai.html. Diakses 13 Januari 2016 )
7.       Damang, 2011, Asas Praduga Tak Bersalah ( online ), (http://www.negarahukum.com/hukum/asas-praduga-tak-bersalah.html. Diakses 13 Januari 2016 ).
8.       Higinus Wilbrot, 2013, Mekanisme Penahanan Dalam Proses Peradilan Hukum Pidana (http://higinuswilbrot.blogspot.co.id/2013/04/mekanisme-penahanan-dalam-proses.html. Diakses 2 february 2016 )

9.       Hukum Online, 2011, Syarat-syarat Penangguhan Penahanan,(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4982/penangguhan. Diakses 2 february 2016
10.    Hukum Online, 2013, Tentang Asas Praduga Tak Bersalah ( online ), (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2663/tentang-asas-praduga-tak-bersalah. Diakses 12 Januari 2016 )
11.    Indahf/Carapedia, 2015, Pengertian dan Definisi Teori Menurut Para Ahli (online),(https://carapedia.com/pengertian_definisi_teori_menurut_para_ahli_info502.html. Diakses 11 Januari 2016 ).
12.    Iman, 2011. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana  ( online ) (http://imanhsy.blogspot.co.id/2011/12/pengertian-pertanggungjawaban-pidana.html. Diakses 2 february 2016 )
13.    I Nyoman Arnita, 2013,  Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Penahanan Ditinjau Dari Aspek Hak Asasi Manusia ( online ), ( http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnalhukumunsrat/article/download/1145/923. Diakases 13 Januari 2016 ).
14.    Panduan Hukum. 2015 (http://panduanhukum.com/syarat-penahanan/. Diakses 2 Februari 2016)
15.    Sora N, 2015, Pengertian Norma Hukum dan Contonya lebih Jelas ( online ), (www.pengertianku.net, diakses 11 Januari 2016 ).
16.    Turiman Fachturahman Nur, 2016, Teori Hirarki dan Keberlakuan Peraturan Perundang-undangan serta Memahami Pancasila Sebagai Sumber Hukum Negara ( online ), (http://rajawaligarudapancasila.blogspot.co.id/2014/04/teori-hirarki-dan-keberlakuan-peraturan_5.html. Diakses 12 Januari 2016 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar