Senin, 19 Desember 2016
Rabu, 30 November 2016
#berpikirsatumacam
#berpikirsatumacam
Oleh Reza
sulrahman,S.H.,M.H
Dalam konsep
berpikir atau Thinking Concept, definisi yang paling umum dari berpikir adalah
berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan
konsep ini melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi
yang tersimpan dalam diri seseorang.
Berpikir dapat
diartikan sebagai proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui
transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks antara
atribut-atribut mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan
pemecahan masalah ( suharnan, 2005:280 ). Berpikir suatu kegiatan atau
aktivitas mental yang melibatkan otak. Walaupun tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang
disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan
juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Secara sederhana, berpikir
adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih
formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik
informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol.
Terdapat
bermacam-macam berpikir semisal berpikir alamiah,berpikir ilmiah, berpikir
autistic, dan berpikir realistic. Dalam menceritakan kembali masa lalu,
sejarawan menggunakan cara berpikir diakronis dan sinkronis. Berpikir Diakronis
dapat diartikan memanjang dalam waktu tetapi tetap terbatas dalam ruang
sedangkan berpikir sinkronis adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa
yang terjadi di suatu massa/ruang terbatas dalam waktu.
Dalam kehidupan
sering kali kita menemukan pertanyaan Bagaimana caramu berpikir.?? Tentu
jawaban dari pertanyaan itu sebagian besar orang “orang pintar” menjawab “orang
berpikir karena dia punya akal”. Jawaban itu tidaklah salah, hanya saja
sederhana jika dijabarkan dan dikaitkan dengan Ilmu Logika, karena pemahaman
tentang logika berpikir tidaklah sederhana.
Secara garis
besar, ada dua macam berpikir yaitu berpikir autistik dan berpikir realistik.
Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun contoh menghayal, fantasi atau
wishful thingking. Dengan berpikir autistik, terkadang seseorang melarikan diri
dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastik. Adapun
berpikir realistik atau sering pula disebut reasoning (nalar), adalah berpikir
dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. ( Floyd L.Ruch (1967),seperti
dikutif Rakhmat ( 1994:69 )).
Manusia
dilengkapi dengan organ Otak untuk kemudian melakukan proses berpikir, proses berpikir
inilah yang kemudian bisa menentukan apa tujuan hidup kita. Menjalani hidup
tanpa repot menggali ke balik makna kehidupan itu sendiri memang cara yang
paling mudah, karena kita tidak perlu memikirkan hidup sebagai hal yang sulit,
cukup hanya menjalaninya secara sederhana dari hari ke hari saja. Namun
mengetahui makna kehidupan dapat membantu kita menjalani hidup dengan lebih
baik lagi dan membuat kita bisa menentukan tujuan hidup agar kehidupan yang
kita jalani ini lebih terarah.
Bila tidak
mengetahui tujuan hidup yang benar kita akan kehilangan pegangan dan motivasi
dalam menjalani hidup. Jadinya kita akan menjalini hidup yang asal, atau
berpatokan pada tujuan yang salah. Sama hal dengan ketika kita sebagai manusia
kemudian memiliki tujuan hidup yang tidak jelas dalam arti berpikir macam-macam
maka tentunya akan sulit untuk kemudian menentukan arah dari kehidupannya.
Berpikir satu macam menurut penulis merupakan sebuah pemikiran yang menentukan
arah tujuan yang satu untuk menentukan titik fokus kearah mana kita akan
menjani kehidupan ini, walaupun dalam mencapainya menggunakan berbagai cara
untuk sampai ke tujuan karena manusia memiliki sebuah proses berpikir.
Dalam Al Qur’an suart Al Mulk ( 67 ) ayat 2,
tercantum dalil yang menyatakan bahwa:
“(Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan dia Maka Perkas Lagi Maha
Pengampun”. Dalam menjalani kehidupan ini, kita umat manusia akan diuji
terus menerus dengan beragam cobaan dan masalah yang akan kita dapatkan. Kita
akan diuji dengan harta benda, keluarga, penyakit, dan hal lainnya.
Kehidupan kita
di dunia ini hanya berlangsung sementara saja. Seperti tercantum di Al Qur’an surat Al Mu’min ( 40 ) ayat 39, “Hai Kaumku sesungguhnya kehidupan di dunia
ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang
kekal”. Dan seperti disebutkan dalam Al
Qur’an surat Adh-Dhuha ( 34 ) ayat 9,
“Dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang
sekarang (permulaan)”. Sampai pada sebuah kesimpulan bahwa
#berpikirsatmacam merupakan sebuah keinginan pencapaiannya kehidupan yang
melewati sebuah proses yang pertama Hidup adalah Ibadah, Kedua Hidup adalah
Ujian, Ketiga Hidup adalah Sementara, dan Keempat Kehidupan Akhirat Lebih Baik
dibandingkan Kehidupan di Dunia. Oleh karenanya menurut penulis
#berpikirsatumacam adalah sebuah pola kehidupan untuk mencapai tujuan hidup
yang sesuai dengan anjuran agama “ISLAM”.
Senin, 04 April 2016
Kamis, 31 Maret 2016
Sekilas Mengenai GNPK ( Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi )
Bahwa
sesungguhnya sudah menjadi kenyataan kehidupan di setiap negara segala bentuk
korupsi sangat merugikan masyarakat dan menyebabkan kerusakan moral yang sangat
serius. Korupsi senantiasa berkembang pesat dalam kegelapan penyelenggaraan Negara
yang berbentuk totaliterisme, otoriterisme dan kediktatoran serta segala bentuk
rezim yang membagi kekuasaannya kepada segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Dan
di negara Indonesia penyelenggara negara memiliki peran yang sangat strategis dalam
mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa, sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang dasar Republik Indonesia. oleh sebab itu diperlukan persamaan
visi, persepsi dan misi dari seluruh penyelenggara Negara dan masyarakat
sehingga sejalan dengan tuntutan hati nurani masyarakat yang menghendaki
terwujudnya penyelenggara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya
secara sungguh-sungguh, bertanggung jawab, yang dilaksanakan secara efektif,
efisien, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bahwa peran serta masyarakat
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana
khusus lainnya merupakan hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan murni
dan konsekwen sebagaimana yang diatur dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara
Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yunto pasal 8
dan 9 Undang-Undang RI No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yunto pasal 41 Undang-Undang
No.31 Tahun 1999 junto UU No. 20 / 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun
1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam
penyelenggara
negara. PP 71 tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peranserta masyarakat
dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Inpres nomor 5 tahun 2004 Instruksi Presiden Republik Indonesia tentang
percepatan Pemberantasan korupsi.
Gerakan
Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disingkat “GN-PK” didirikan di
Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2004 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
lamanya. GNPK berpusat kedudukan di Ibukota Negara Indonesia dan wilayah kerjanya
meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan di luar negeri. GN-PK
berasaskan Pancasila. GN-PK adalah gerakan nasional yang permanen sebagai wadah
berhimpun segala lapisan masyarakat Indonesia yang berperan aktif mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi, tanpa membedakan asal suku, ras, dan agama. GN-PK
mempunyai maksud dan tujuan untuk melaksanakan peran serta masyarakat dalam
penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam pasal 8 dan 9 Undang –Undang RI
No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi,dan nepotisme yunto pasal 41 Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi yunto Peraturan Pemerintan RI No.68 tahun
1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan
Negara.
Rabu, 30 Maret 2016
Rabu, 24 Februari 2016
Melawan Narkoba Demi Masa Depan Bangsa
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya.
Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang
merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah
ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok
senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar
kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa
dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu.[rujukan?]
Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan
dosis yang semestinya.
Penyalahgunaan
Narkoba
Kebanyakan
zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan
penefitian. Tetapi karena berbagai alasan - mulai dari keinginan untuk
coba-coba, ikut trend/gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan,
dll. - maka narkoba kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan
berianjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi, disebut juga
kecanduan.
Tingkatan
penyalahgunaan biasanya sebagai berikut:
- coba-coba
- senang-senang
- menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
- penyalahgunaan
- ketergantungan
Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap
pemakainya, narkoba dikelompokkan sebagai berikut:
- Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LSD
- Stimulan , efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu
- Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw
- Adiktif , Seseorang yang sudah mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya ganja , heroin , putaw
- Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian
Gejala-Gejala Pemakaian Narkoba Yang Berlebihan Berdasarkan Jenis
Narkotika :
1. Opiat
(heroin, morfin, ganja)
- perasaan senang dan bahagia
- acuh tak acuh (apati)
- malas bergerak
- mengantuk
- rasa mual
- bicara cadel
- pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
- gangguan perhatian/daya ingat
- perasaan senang dan bahagia
- acuh tak acuh (apati)
- malas bergerak
- mengantuk
- rasa mual
- bicara cadel
- pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
- gangguan perhatian/daya ingat
2. Ganja
- rasa senang dan bahagia
- santai dan lemah
- acuh tak acuh
- mata merah
- nafsu makan meningkat
- mulut kering
- pengendalian diri kurang
- sering menguap/ngantuk
- kurang konsentrasi
- depresi
- rasa senang dan bahagia
- santai dan lemah
- acuh tak acuh
- mata merah
- nafsu makan meningkat
- mulut kering
- pengendalian diri kurang
- sering menguap/ngantuk
- kurang konsentrasi
- depresi
3. Amfetamin
(shabu, ekstasi)
- kewaspadaan meningkat
- bergairah
- rasa senang, bahagia
- pupil mata melebar
- denyut nadi dan tekanan darah meningkat
- sukar tidur/ insomnia
- hilang nafsu makan
- kewaspadaan meningkat
- bergairah
- rasa senang, bahagia
- pupil mata melebar
- denyut nadi dan tekanan darah meningkat
- sukar tidur/ insomnia
- hilang nafsu makan
4. Kokain
- denyut jantung cepat
- agitasi psikomotor/gelisah
- euforia/rasa gembira berlebihan
- rasa harga diri meningkat
- banyak bicara
- kewaspadaan meningkat
- kejang
- pupil (manik mata) melebar
- tekanan darah meningkat
- berkeringat/rasa dingin
- mual/muntah
- mudah berkelahi
- psikosis
- perdarahan darah otak
- penyumbatan pembuluh darah
- nystagmus horisontal/mata bergerak tak terkendali
- distonia (kekakuan otot leher)
- denyut jantung cepat
- agitasi psikomotor/gelisah
- euforia/rasa gembira berlebihan
- rasa harga diri meningkat
- banyak bicara
- kewaspadaan meningkat
- kejang
- pupil (manik mata) melebar
- tekanan darah meningkat
- berkeringat/rasa dingin
- mual/muntah
- mudah berkelahi
- psikosis
- perdarahan darah otak
- penyumbatan pembuluh darah
- nystagmus horisontal/mata bergerak tak terkendali
- distonia (kekakuan otot leher)
5. Alkohol
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
- nafas bau alkohol
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
- nafas bau alkohol
6. Benzodiazepin
(pil nipam, BK, mogadon)
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
- bicara cadel
- jalan sempoyongan
- wajah kemerahan
- banyak bicara
- mudah marah
- gangguan pemusatan perhatian
Dampak
penyalahgunaan Narkoba
Bila narkoba
digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan
mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan
fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat
(SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.
Dampak
penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang
dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum,
dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial
seseorang.
Dampak
Fisik:
1. Gangguan pada
system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan
kesadaran, kerusakan syaraf tepi
2. Gangguan pada
jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung,
gangguan peredaran darah
3. Gangguan pada
kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
4. Gangguan pada
paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas,
pengerasan jaringan paru-paru
5. Sering sakit
kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan
hati dan sulit tidur
6. Dampak
terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan
fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan
fungsi seksual
7. Dampak
terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan
periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
8. Bagi pengguna
narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara
bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV
yang hingga saat ini belum ada obatnya
9. Penyalahgunaan
narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba
melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan
kematian.
Dampak
Psikis:
1. Lamban kerja,
ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
2. Hilang
kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3. Agitatif,
menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
4. Sulit
berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
5. Cenderung
menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
Dampak
Sosial:
1. Gangguan
mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2. Merepotkan
dan menjadi beban keluarga
3. Pendidikan
menjadi terganggu, masa depan suram
Dampak fisik,
psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan
rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi
obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk
mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga
berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua,
mencuri, pemarah, manipulatif, dll.
Bahaya bagi
Remaja
Masa remaja
merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa.
Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk
perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa
anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah
masa depannya.
Pada masa
remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup,
serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu
wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong
menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang
paling banyak adalah kelompok usia remaja.
Masalah menjadi
lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan
menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian
narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan
remaja yang sangat banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya
HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi
bangsa.
Apa yang
masih bisa dilakukan?
Banyak yang
masih bisa dilakukan untuk mencegah remaja menyalahgunakan narkoba dan membantu
remaja yang sudah terjerumus penyalahgunaan narkoba. Ada tiga tingkat
intervensi, yaitu
1. Primer,
sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran
informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi
pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi
ini. kegiatan dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk
materi KIE yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.
2. Sekunder,
pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal (initialintake)antara 1 -
3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi
dan terapi komplikasi medik, antara 1 - 3 minggu untuk melakukan pengurangan
ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Tertier,
yaitu upaya untuk merehabilitasi merekayang sudah memakai dan dalam proses
penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3-12
bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi
dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan
kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan
konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan
alternatif, dll.
Aturan
Hukum :
1.
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
2.
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Makassar,24 November 2011
Bahasa Hukum merupakan bahasa dengan dunia tersendiri
Bahasa Hukum
merupakan bahasa yang mempunyai khas tersendiri yang memeliki dunia tersendiri
dalam sistem penulisannya walaupun tidak diatur dalam bentuk baku, bahasa hukum
merupakan suatu bentuk penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus
menerus di pergunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kita
sama-sama ketahui terkadang bahasa hukum hanya dapat di mengerti oleh
orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awan hanya
mengikut dengan kata lain seolah-olah mengerti.
Sementara yang kita ketahui bahwa bahasa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi dan Bahasa sebagaimana yang kita pahami adalah merupakan hal yang bersifat universal. Karena dengan bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginannya. Begitu juga pada aktivitas sosial yang kita lakukan baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Begitupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tentunya bukan hanya pembuatnya saja yang mengerti akan isinya tetapi juga masyarakat sepatutnya harus memahami, sementara dalam sistem penulisan bahasa hukum terkadang membingungkan masyarakat awam.
Menurut Pendapat Harkristuti Harkrisnowo menunjukkan, bahwa penggunaan bahasa dalam dokumen hukum Indonesia telah sejak lama dipandang sebagai penggunaan bahasa yang dimaksudkan hanya untuk kalangan hukum, bukan kalangan awam. Pandangan ini muncul karena kesulitan masyarakat pada umumnya untuk memahami makna rumusan-rumusan hukum dan juga pernyataan-pernyataan yang menjadi muatan dokumen hukum. Sebenarnya apa yang membedakan antara bahasa hukum dengan bahasa sehari-hari? Bukankah peristiwa atau perbuatan hukum yang terjadi lahir dari kehidupan sehari-hari masyarakat? Sehingga bahasa hukum seharusnya berkesesuaian dengan bahasa sehari-hari.
Menurut Julianto asis, SH(Mahasiswa Pasca Sarjana UMI:Ilmu Hukum), bahwa bahasa dalam hukum harus dipahami sebagai media pengantar manusia untuk memperoleh hak-hak hukumnya. Jika bahasa yang digunakan dalam hukum tidak relevan atau sangat sulit dipahami oleh masyarakat awam, maka bagaimana kemudian rasa keadilan dapat tercapai dengan kualitas komunikasi subjek hukumnya yang begitu dangkal. Jangan menyalahkan manusia, tetapi memang bahasa yang digunakan dalam hukum terkadang membingungkan dan bersifat ekslusif seperti yang dikatakan oleh Todung Mulya Lubis.
Bahasa Indonesia dalam penerapan hukum hanya merupakan formalitas belaka. Semua kecakapan kata akan Nampak jika seseorang sudah bersentuhan langsung dengan aparat penegak hukum. Sedangkan pada kenyataannya bahwa masyarakat yang ada tinggal ditempat yang berbeda dengan latar belakang suku dan bahasa yang berbeda pula. Dan secara otomatis bahasa pergaulan yang digunakan dalam komunitas masyarakat tidak secara keseluruhan disadur dari bahasa Indonesia. Jika didapati dalam realitas masyarakat terjadi perseteruan akibat ketersinggungan kata-kata ataupun bahasa yang digunakan, lantas bagaimana konsekuensi hukumnya. Apakah bahasa daerah dengan dialek tersendirinya dapat dimaknai sebagai sebuah perbuatan yang formal dan dapat disentuh dalam KUHP. Seperti contoh dalam Rapat PANSUS CENTURY pada saat mantan wakil presiden Bapak Jusuf Kalla untuk dimintai keterangan. Yang mana salah satu anggota pansus yakni Ruhut Sitompul memanggil Bapak Jusuf Kalla dengan sebutan “daeng”. Ungkapan ruhut tersebut memancing emosi anggota pansus yang lain, yang kebetulan berasal dari daerah yang sama Bapak Jusuf Kalla. Di sisi Ruhut menganggap bahwa sapaan daeng tersebut adalah suatu keakraban, sementara di sisi lain ada pihak yang menganggap bahwa ini adalah ucapan yang seakan meremehkan. Permasalahan bahasa hukum sebagaimana pandangan Sutan Takdir Alisyahbana "…baik bahasa maupun hukum merupakan penjelasan kehidupan manusia dalam masyarakat, yang merupakan pula sebagian dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu. bahasa dan hukum itu saling berhubungan, saling pengaruh, malahan dianggap sebagai penjelmaan masyarakat dan kebudayaan, yang sebaliknya pula dipengaruhi baik oleh bahasa maupun oleh hukum…”. Ternyata antara bahasa dan hukum dari dulu telah menjadi permasalahan yang pelik bagi bangsa indonesia. Istilah yang digunakan dalam hukum . Dimungkinkan terlalu banyak mengadopsi bahasa-bahasa luar. Maklum sumber hukum kita sendiri berasal dari warisan penjajah belanda. Sehingga membuat para sarjana hukum semakin pusing dengan istilah dan bahasa-bahasa asing. Hal ini juga dikarenakan keterbatasan bahasa indonesia dalam menerjemahkan suku kata yang digunakan oleh bahasa asing. Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., PhD. Mengungkapkan dalam tulisannya, akan tetapi sejumlah orang berpendapat bahwa hal-hal yang menjadi masalah dalam penggunaan bahasa di bidang hukum, justru dianggap sebagai karakteristik bahasa hukum yakni karena adanya: Kekhususan istilah yang digunakan, Kekhususan komposisi, Kekhususan gaya bahasa irah-irah dalam surat gugatan. Kami (Julianto asis, SH dan Reza sulrahman,SH) sependapat dengan apa yang dimaksudkan dalam karakterisitik penulisan bahasa. Memang seharusnya bahasa hukum haruslah memiliki karakter tersendiri dalam penulisannya. Tetapi bukan berarti karakteristik atau ciri khas dalam penulisan bahasa hukum tersebut mesti bersifat eksklusif, sehingga mengakibatkan bagi masyarakat awam atau seseorang yang tidak berprofesi hukum kesulitan dalam memaknainya.
Memperhatikan berbagai permasalahan dalam penerapan hukum dikaitkan dengan bahasa indonesia, maka suatu kerja keras bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk berupaya memberikan solusi. Peliknya bahasa hukum yang digunakan terkadang menjadi perdebatan bagi kalangan para praktisi maupun akademisi hukum. Terlebih lagi bagi masyarakat awam yang menjadi subjek hukum dan sangat awam terhadap permasalahan hukum. Belum adanya standar baku yang digunakan dalam penerapan bahasa hukum sebenarnya menjadi permasalahan utama. Belum lagi bahasa-bahasa serapan yang banyak diadopsi dari bahasa asing, mengakibatkan kesulitan untuk memaknai bahasa hukum.
Mudah-mudahan nantinya bahasa hukum dapat dimengerti baik untuk orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum maupun masyarakat awam.
Sementara yang kita ketahui bahwa bahasa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi dan Bahasa sebagaimana yang kita pahami adalah merupakan hal yang bersifat universal. Karena dengan bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginannya. Begitu juga pada aktivitas sosial yang kita lakukan baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Begitupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tentunya bukan hanya pembuatnya saja yang mengerti akan isinya tetapi juga masyarakat sepatutnya harus memahami, sementara dalam sistem penulisan bahasa hukum terkadang membingungkan masyarakat awam.
Menurut Pendapat Harkristuti Harkrisnowo menunjukkan, bahwa penggunaan bahasa dalam dokumen hukum Indonesia telah sejak lama dipandang sebagai penggunaan bahasa yang dimaksudkan hanya untuk kalangan hukum, bukan kalangan awam. Pandangan ini muncul karena kesulitan masyarakat pada umumnya untuk memahami makna rumusan-rumusan hukum dan juga pernyataan-pernyataan yang menjadi muatan dokumen hukum. Sebenarnya apa yang membedakan antara bahasa hukum dengan bahasa sehari-hari? Bukankah peristiwa atau perbuatan hukum yang terjadi lahir dari kehidupan sehari-hari masyarakat? Sehingga bahasa hukum seharusnya berkesesuaian dengan bahasa sehari-hari.
Menurut Julianto asis, SH(Mahasiswa Pasca Sarjana UMI:Ilmu Hukum), bahwa bahasa dalam hukum harus dipahami sebagai media pengantar manusia untuk memperoleh hak-hak hukumnya. Jika bahasa yang digunakan dalam hukum tidak relevan atau sangat sulit dipahami oleh masyarakat awam, maka bagaimana kemudian rasa keadilan dapat tercapai dengan kualitas komunikasi subjek hukumnya yang begitu dangkal. Jangan menyalahkan manusia, tetapi memang bahasa yang digunakan dalam hukum terkadang membingungkan dan bersifat ekslusif seperti yang dikatakan oleh Todung Mulya Lubis.
Bahasa Indonesia dalam penerapan hukum hanya merupakan formalitas belaka. Semua kecakapan kata akan Nampak jika seseorang sudah bersentuhan langsung dengan aparat penegak hukum. Sedangkan pada kenyataannya bahwa masyarakat yang ada tinggal ditempat yang berbeda dengan latar belakang suku dan bahasa yang berbeda pula. Dan secara otomatis bahasa pergaulan yang digunakan dalam komunitas masyarakat tidak secara keseluruhan disadur dari bahasa Indonesia. Jika didapati dalam realitas masyarakat terjadi perseteruan akibat ketersinggungan kata-kata ataupun bahasa yang digunakan, lantas bagaimana konsekuensi hukumnya. Apakah bahasa daerah dengan dialek tersendirinya dapat dimaknai sebagai sebuah perbuatan yang formal dan dapat disentuh dalam KUHP. Seperti contoh dalam Rapat PANSUS CENTURY pada saat mantan wakil presiden Bapak Jusuf Kalla untuk dimintai keterangan. Yang mana salah satu anggota pansus yakni Ruhut Sitompul memanggil Bapak Jusuf Kalla dengan sebutan “daeng”. Ungkapan ruhut tersebut memancing emosi anggota pansus yang lain, yang kebetulan berasal dari daerah yang sama Bapak Jusuf Kalla. Di sisi Ruhut menganggap bahwa sapaan daeng tersebut adalah suatu keakraban, sementara di sisi lain ada pihak yang menganggap bahwa ini adalah ucapan yang seakan meremehkan. Permasalahan bahasa hukum sebagaimana pandangan Sutan Takdir Alisyahbana "…baik bahasa maupun hukum merupakan penjelasan kehidupan manusia dalam masyarakat, yang merupakan pula sebagian dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu. bahasa dan hukum itu saling berhubungan, saling pengaruh, malahan dianggap sebagai penjelmaan masyarakat dan kebudayaan, yang sebaliknya pula dipengaruhi baik oleh bahasa maupun oleh hukum…”. Ternyata antara bahasa dan hukum dari dulu telah menjadi permasalahan yang pelik bagi bangsa indonesia. Istilah yang digunakan dalam hukum . Dimungkinkan terlalu banyak mengadopsi bahasa-bahasa luar. Maklum sumber hukum kita sendiri berasal dari warisan penjajah belanda. Sehingga membuat para sarjana hukum semakin pusing dengan istilah dan bahasa-bahasa asing. Hal ini juga dikarenakan keterbatasan bahasa indonesia dalam menerjemahkan suku kata yang digunakan oleh bahasa asing. Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., PhD. Mengungkapkan dalam tulisannya, akan tetapi sejumlah orang berpendapat bahwa hal-hal yang menjadi masalah dalam penggunaan bahasa di bidang hukum, justru dianggap sebagai karakteristik bahasa hukum yakni karena adanya: Kekhususan istilah yang digunakan, Kekhususan komposisi, Kekhususan gaya bahasa irah-irah dalam surat gugatan. Kami (Julianto asis, SH dan Reza sulrahman,SH) sependapat dengan apa yang dimaksudkan dalam karakterisitik penulisan bahasa. Memang seharusnya bahasa hukum haruslah memiliki karakter tersendiri dalam penulisannya. Tetapi bukan berarti karakteristik atau ciri khas dalam penulisan bahasa hukum tersebut mesti bersifat eksklusif, sehingga mengakibatkan bagi masyarakat awam atau seseorang yang tidak berprofesi hukum kesulitan dalam memaknainya.
Memperhatikan berbagai permasalahan dalam penerapan hukum dikaitkan dengan bahasa indonesia, maka suatu kerja keras bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk berupaya memberikan solusi. Peliknya bahasa hukum yang digunakan terkadang menjadi perdebatan bagi kalangan para praktisi maupun akademisi hukum. Terlebih lagi bagi masyarakat awam yang menjadi subjek hukum dan sangat awam terhadap permasalahan hukum. Belum adanya standar baku yang digunakan dalam penerapan bahasa hukum sebenarnya menjadi permasalahan utama. Belum lagi bahasa-bahasa serapan yang banyak diadopsi dari bahasa asing, mengakibatkan kesulitan untuk memaknai bahasa hukum.
Mudah-mudahan nantinya bahasa hukum dapat dimengerti baik untuk orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum maupun masyarakat awam.
Makassar, 20 Februari 2010
NEGARA HUKUM
Konsep
negara hukum adalah negara yang penyelenggara kekuasaan pemerintahannya yang
berdasarkan hukum yang artinya kekuasaan negara itru didasarkan oleh hukum
bukan atas kekuasaan belaka. Negara hukum menempatkan hukum sebagai sebagai hal
tertinggi ( supreme ), sehingga ada istilah supremasi hukum. Konsep negara
hukum diawali dengan adanya konstitusi dan konstitusionalisme.
Konstitusionalisme merupakan gagasan bahwa kekuasaan negara harus dibatasi
serta hak-hak dasar rakyat dijamin dalam konstitusi negara.
Negara hukum
merupakan terjemahan dari istilah rechtstaat ( eropa Kontinental ) dan rule of
law ( anglo saxon ). Konsep rechtstaat ( eropa Kontinental ) dan rule of law (
anglo saxon ) memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan perlindungan atas
hak-hak kebebasan sipil warga negara dari kemungkinan tindakan
kesewenangan-kesewenangan negara.
Ide Negara
Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of
law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari
perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam
demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan.
Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah
norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide
kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah
Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan
prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the
Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin
adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya
telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno. Di zaman modern, konsep
Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant,
Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah
Jerman, yaitu “rechtsstaat’.
Dari uraian
singkat diatas terdapat 12 prinsip pokok negara hukum, yaitu: supremasi hukum,
persamaan dalam hukum ( equality before of law ), asas legalitas ( due process
of law ), pembatasan kekuasaan, organ-organ eksekutifg independen, peradilan
bebas dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara ( Constitutional Court ), perlindungan HAM,
bersifat demokrasi ( Democratische Rechtsstaat ), Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan
Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat), dan Transparansi dan Kontrol Sosial.
Dalam sistem
konstitusi Negara kita, cita Negara Hukum itu menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari perkembangan gagasan kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan.
Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum perubahan, ide Negara hukum itu
tidak dirumuskan secara eksplisit, tetapi dalam Penjelasan ditegaskan bahwa
Indonesia menganut ide ‘rechtsstaat’, bukan ‘machtsstaat’. Dalam
Konstitusi RIS Tahun 1949, ide negara hukum itu bahkan tegas dicantumkan.
Demikian pula dalam UUDS Tahun 1950, kembali rumusan bahwa Indonesia adalah
negara hukum dicantumkan dengan tegas. Oleh karena itu, dalam Perubahan Ketiga
tahun 2001 terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai
ini kembali dicantumkan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara
Indonesia adalah Negara Hukum”. Kiranya, cita negara hukum yang mengandung 12
ciri seperti uraian di atas itulah ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu sebaiknya kita pahami.
( Indonesia
merupakan negara hukum yang berdasakan UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang mengatakan
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dan juga tertapat dalam pembukaan UUD
1945 alenia IV, pasal 33, Pasal 34 )
Negara Hukum
di Indonesia yang bersumber dari UUD 1945 mengandung prinsip : norma hukum
bersumber pada pancasila sebagai hukum dasar nasional, sistemnya adalah sistem
konstitusi, kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi, prinsip persamaan
kedudukan hukum dan pemerintahan, adanya organ pembentuk UU, sistem
pemerintahan presidensil, adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan
lain, dan jaminan hak-hak asasi manusia.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Makassar,28 Januari 2011
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Makassar,28 Januari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)