Rabu, 24 Februari 2016

Bahasa Hukum merupakan bahasa dengan dunia tersendiri

Bahasa Hukum merupakan bahasa yang mempunyai khas tersendiri yang memeliki dunia tersendiri dalam sistem penulisannya walaupun tidak diatur dalam bentuk baku, bahasa hukum merupakan suatu bentuk penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus menerus di pergunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kita sama-sama ketahui terkadang bahasa hukum hanya dapat di mengerti oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awan hanya mengikut dengan kata lain seolah-olah mengerti.
Sementara yang kita ketahui bahwa bahasa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi dan Bahasa sebagaimana yang kita pahami adalah merupakan hal yang bersifat universal. Karena dengan bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginannya. Begitu juga pada aktivitas sosial yang kita lakukan baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Begitupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tentunya bukan hanya pembuatnya saja yang mengerti akan isinya tetapi juga masyarakat sepatutnya harus memahami, sementara dalam sistem penulisan bahasa hukum terkadang membingungkan masyarakat awam.
Menurut Pendapat Harkristuti Harkrisnowo menunjukkan, bahwa penggunaan bahasa dalam dokumen hukum Indonesia telah sejak lama dipandang sebagai penggunaan bahasa yang dimaksudkan hanya untuk kalangan hukum, bukan kalangan awam. Pandangan ini muncul karena kesulitan masyarakat pada umumnya untuk memahami makna rumusan-rumusan hukum dan juga pernyataan-pernyataan yang menjadi muatan dokumen hukum. Sebenarnya apa yang membedakan antara bahasa hukum dengan bahasa sehari-hari? Bukankah peristiwa atau perbuatan hukum yang terjadi lahir dari kehidupan sehari-hari masyarakat? Sehingga bahasa hukum seharusnya berkesesuaian dengan bahasa sehari-hari.
Menurut Julianto asis, SH(Mahasiswa Pasca Sarjana UMI:Ilmu Hukum), bahwa bahasa dalam hukum harus dipahami sebagai media pengantar manusia untuk memperoleh hak-hak hukumnya. Jika bahasa yang digunakan dalam hukum tidak relevan atau sangat sulit dipahami oleh masyarakat awam, maka bagaimana kemudian rasa keadilan dapat tercapai dengan kualitas komunikasi subjek hukumnya yang begitu dangkal. Jangan menyalahkan manusia, tetapi memang bahasa yang digunakan dalam hukum terkadang membingungkan dan bersifat ekslusif seperti yang dikatakan oleh Todung Mulya Lubis.
Bahasa Indonesia dalam penerapan hukum hanya merupakan formalitas belaka. Semua kecakapan kata akan Nampak jika seseorang sudah bersentuhan langsung dengan aparat penegak hukum. Sedangkan pada kenyataannya bahwa masyarakat yang ada tinggal ditempat yang berbeda dengan latar belakang suku dan bahasa yang berbeda pula. Dan secara otomatis bahasa pergaulan yang digunakan dalam komunitas masyarakat tidak secara keseluruhan disadur dari bahasa Indonesia. Jika didapati dalam realitas masyarakat terjadi perseteruan akibat ketersinggungan kata-kata ataupun bahasa yang digunakan, lantas bagaimana konsekuensi hukumnya. Apakah bahasa daerah dengan dialek tersendirinya dapat dimaknai sebagai sebuah perbuatan yang formal dan dapat disentuh dalam KUHP. Seperti contoh dalam Rapat PANSUS CENTURY pada saat mantan wakil presiden Bapak Jusuf Kalla untuk dimintai keterangan. Yang mana salah satu anggota pansus yakni Ruhut Sitompul memanggil Bapak Jusuf Kalla dengan sebutan “daeng”. Ungkapan ruhut tersebut memancing emosi anggota pansus yang lain, yang kebetulan berasal dari daerah yang sama Bapak Jusuf Kalla. Di sisi Ruhut menganggap bahwa sapaan daeng tersebut adalah suatu keakraban, sementara di sisi lain ada pihak yang menganggap bahwa ini adalah ucapan yang seakan meremehkan. Permasalahan bahasa hukum sebagaimana pandangan Sutan Takdir Alisyahbana "…baik bahasa maupun hukum merupakan penjelasan kehidupan manusia dalam masyarakat, yang merupakan pula sebagian dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu. bahasa dan hukum itu saling berhubungan, saling pengaruh, malahan dianggap sebagai penjelmaan masyarakat dan kebudayaan, yang sebaliknya pula dipengaruhi baik oleh bahasa maupun oleh hukum…”. Ternyata antara bahasa dan hukum dari dulu telah menjadi permasalahan yang pelik bagi bangsa indonesia. Istilah yang digunakan dalam hukum . Dimungkinkan terlalu banyak mengadopsi bahasa-bahasa luar. Maklum sumber hukum kita sendiri berasal dari warisan penjajah belanda. Sehingga membuat para sarjana hukum semakin pusing dengan istilah dan bahasa-bahasa asing. Hal ini juga dikarenakan keterbatasan bahasa indonesia dalam menerjemahkan suku kata yang digunakan oleh bahasa asing. Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., PhD. Mengungkapkan dalam tulisannya, akan tetapi sejumlah orang berpendapat bahwa hal-hal yang menjadi masalah dalam penggunaan bahasa di bidang hukum, justru dianggap sebagai karakteristik bahasa hukum yakni karena adanya: Kekhususan istilah yang digunakan, Kekhususan komposisi, Kekhususan gaya bahasa irah-irah dalam surat gugatan. Kami (Julianto asis, SH dan Reza sulrahman,SH) sependapat dengan apa yang dimaksudkan dalam karakterisitik penulisan bahasa. Memang seharusnya bahasa hukum haruslah memiliki karakter tersendiri dalam penulisannya. Tetapi bukan berarti karakteristik atau ciri khas dalam penulisan bahasa hukum tersebut mesti bersifat eksklusif, sehingga mengakibatkan bagi masyarakat awam atau seseorang yang tidak berprofesi hukum kesulitan dalam memaknainya.
Memperhatikan berbagai permasalahan dalam penerapan hukum dikaitkan dengan bahasa indonesia, maka suatu kerja keras bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk berupaya memberikan solusi. Peliknya bahasa hukum yang digunakan terkadang menjadi perdebatan bagi kalangan para praktisi maupun akademisi hukum. Terlebih lagi bagi masyarakat awam yang menjadi subjek hukum dan sangat awam terhadap permasalahan hukum. Belum adanya standar baku yang digunakan dalam penerapan bahasa hukum sebenarnya menjadi permasalahan utama. Belum lagi bahasa-bahasa serapan yang banyak diadopsi dari bahasa asing, mengakibatkan kesulitan untuk memaknai bahasa hukum.
Mudah-mudahan nantinya bahasa hukum dapat dimengerti baik untuk orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum maupun masyarakat awam.


Makassar, 20 Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar