Jumat, 21 April 2017

“Memberantas Korupsi Melalui Pengembangan karakter Anak”

“Memberantas Korupsi Melalui Pengembangan karakter Anak”
Oleh: Reza Sulrahman
Tidak dapat di pungkiri bahwa Negara-Negara Dunia berupaya untuk memberantas Korupsi dengan berbagai cara dan metode yang di anggap jitu, tak terkecuali Indonesia. Salah satu cara Indonesia dalam memberantas korupsi dangan membentuk lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelembagan ini (KPK) di harapkan mampu untuk dapat bekerja secara maksimal untuk kemudian mengurangi dan bahkan dapat memberantas korupsi karena lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Dalam upaya itu Pemerintah kemudian melakukan penguatan secara hukum agar KPK dapat bekerja maksimal dengan di bentuknya peraturan perundangan-undangan yang antara lain UU RI No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Perundang-undangan menyangkut Pemberantasa Korupsi yang antara lain UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi Pemerintah Indonesia untuk mempercepat Pemberantasa Korupsi
Walaupun di Indonesia telah dibentuk Lembaga Negara yang Menangani secara khusus mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun nyata masih banyak dan bahkan bertambah karena Korupsi masih terjadi secara massif dan sistematis. Korupsi peraktiknya bias berlangsung dimanapun, di lembaga Negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti ini, maka pencegahan harus didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang lebih berkontribusi dan kokrit bagi perbaikan ke depan.
Selain strategi Pencegahan tentunya perlu juga upaya langkah Penegakan Hukum, mengapa demikian karena banyak kasus korupsi di bangsa ini yang belum tuntas, padahal animo dan ekspetasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa. Penegakkan hukum yang inkonsisten terhadap hokum positif dan prosesnya sering kali tidak transparan yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkat kepecayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya.
Praktik-praktik korupsi yang kian massif memerlukan itikad koloboratif dari pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan tak terkecuali masyarakat, wujudnya bias berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik dan swasta.
“Anak adalah Aset Bangsa Tak Ternilaikan”
Segala puji bagi ALLAH SWT, yang telah memberi fitrah dalam diri manusia untuk memilih jalan yang baik dan buruk, yang memberikan balasan kepada manusia atas semua amalannya. Pendidikan tidak terlepas dari metodologi yang tepat agar tujuan yang hendak dicapai dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang di harapkan. Makin massif dan sistematisnya para pelaku tindak pidana korupsi maka perlu kiranya dilakukan sebuah langkah yang massif dan sistematis mulai pada pendekatan dan pindidikan kepada anak. Anak adalah generasi bangsa yang dapat memberikan kontribusi yang postif dalam melahirka tokoh-tokoh bangsa yang dapat mengembangkan bangsa ini.
Mendidik anak bukanlah seperti membuat kue yang bias di cetak dan dibuat sesuai keiinginan orang tuanya, karena pembentukan karakter anak terbentuk dari berbagai faktor mulai dari keluarga, lingkungan dan masyarakat. Tetapi paling tidak peran orang tua akan sangat dominan dalam pembentukan pondasi dasar karakter anak.
Sebagaimana kita ketahui bahwa karakter adalah tabiat ataupun kebiasaan yang mengarahlan tindakan atau perilaku seorang individu. Artinya karakter bukanlah yang melekat secara alami di dalam diri seseorang, namun sesuatu yang dapat dibentuk dan dibangun. Dalam hal ini tentunya akan dibentuk dan dibangun karakter anak yang dapat menghindari perbuatan yang negativ seperti perbuatan-perbuatan koruptif. Olehnya jika sudah terbangun dan terbentuk karakter-karakter yang positif maka tentunya anak ketika menjadi dewasa akan menjadi pribadi-pribadi yang terbebas dari perbuatan-perbuatan koruptif (korupsi). Pendidikan karakter ini hendaknya dilakukan sejak dini. Dalam bebrbagai literature mengenai anak maka masa keemasan anak ada pada umur dia berusia 3 hingga 10 tahun.
Dalam membangun karakter anak yang mampu bersikaf anti koruptif (korupsi) adalah pendidikan macam apa yang perlu kita tekankan sejak awal? Kemudian kualitas input yang diterima sesorang anak?. Pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan keagamaan. Ini adalah hal utama perlu ditekankan pada seorang anak. Semakin dini kita menanamkan hal ini pada seorang anak, akan semakin kuat ahlak dan keyakinan akan Tuhan di dalam diri anak.
Dalam hal ini kita ketahui bahwa anak adalah peniru yang baik. Ada istilah “buah tak jatuh jauh dari pohonnya” dan “mongkey see, Mongkey do” artinya anak perlu figure seorang tokoh yang dikagumi, yang akan ditiru di dalam sehari-harinya. Pilihan utamanya biasanya akan jatuh pada orang tua. Dan seorang anak akan lebih percaya pada apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Jadi orang tua mengatakan satu nasehat, misalnya jangan tidur malam-malam, tapi orang tuanya sendiri tidur larut malam atau memberikan nasehat jangan melakukan korupsi tapi orangtuanya melakukan tindakan korupsi, dengan tindakan kita sendiri akan membuat anak meniru dan mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan dan karakter di dalam pertumbuhannya.
Dalam Agama Islam dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 31-32 : “Dan Dia memberitahukan kepada Adam seluruh nama-nama, kemudian memperlihatkan kepada malaikat, lalu berfirman, beritahukanlah kepadaKu nama-nama benda itu jika kamu memang benar: Mereka menjawab “Mahasuci engkau, kami tiada sedikitpun pengetahuan, kecuali yang telah engkau beritahukan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadist yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barang siapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskannya sebagai satu kebaikan sempurna di sisiNYA, jika berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allah akan menuliskannya di sisiNYA sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barang siapa berniat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya di sisiNYA sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barang siapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allah menuliskannya sebagai kesalahan.” (KR.al-Bukhari dan Muslim dalam Kitab Sahiih mereka).
Karena orang tua melarang ataupun memerintah selalu dengan penuh kasih sayang dan kelembutan hati. Rosulullah bersabda : “Orang tua tidak bisa memberi pemberian kepada anaknya yang lebih utama daripada adab yang baik.(H.R. Ahmad)”.
Dalam mendidik anak yang harus kita waspadai adalah janganlah memberikan hukuman fisik karena kemarahan dan dengan kebencian karena niat baik mendidik anak akan menjerumuskan kita sendiri melakukan kesalah besar. Tokoh Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memberikan konsep pendidikan yang bias diadopsi dalam pendidikan islam, yakni konsep asah, asuh dan asih. Sinergisan pola asah,asuh dan asih akan menjadikan tumbuh kembang anak secara optimal, cerdas secara emosi, spiritual, sehat jasmani, dan rohani.
Apabila orang tua komitmen terhadap pendidikan karakter anak, maka akan terbentuk karakter anak yang kuat sehingga akan terhindarkan dari perbuatan-perbuatan koruptif (korupsi) kedepannya dengan kesalehan pribadi yang mampu mensalehkan diri dan lingkungannya.
“Berantas Korupsi Dari Diri Sendiri”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar